HMI (MPO) Kita

  • Bagikan

Oleh: Sukirman S Doturu [Ketua HMI -MPO Komisariat Unibos 45 Makassar]

Ada harapan mendalam sebelum para mahasiswa memilih untuk menetapkan dan memantapkan diri masuk dalam suatu organisasi besar, yaitu keinginan untuk berproses serta pengalaman positif baru yang tidak pernah ia dapatkan dalam bilik-bilik kampus. Namun, setiap pilihan mengandung konsekuensi tersendiri, tak terkecuali pilihan untuk bergabung di HMI MPO Cabang Makassar.

Melihat kondisi HMI (MPO) Cabang Makassar hari ini, perlu kiranya dipertanyakan kembali eksistensinya sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan. Salah satu indikator penting untuk melacak keberadaannya ialah dengan mencari keberadaan pengurus cabangnya, yang mengisi struktur serta melacak fungsi-fungsi apa yang telah mereka jalankan dalam upaya mencapai misi organisasi.

Menjadi pengurus HMI (MPO) ibarat menakhodai kapal tua, dengan kedalaman sejarah dan sumbangsihnya terhadap peradaban. Pengurus cabang harus mampu menjadi lokomotif pencerahan bagi dunia kemahasiswaan. Namun, dari sudut pandang saya sebagai salah satu pimpinan komisariat, dalam kepengurusan HMI (MPO) Cabang Makassar periode 2021-2022 ada beberapa hal yang perlu di evaluasi secara mendasar:

Pertama, saya sebagai pimpinan komisariat, yang notabene dibawah naungan cabang merasa bahwa kami dari Komisariat hanya dijadikan sebagai alat, agar terlihat bahwa kepengurusan cabang periode ini cemerlang dan luar biasa. Kegiatan yang kami lakukan seperti basic training, ibarat kegiatan formalitas yang dibuka, didokumentasikan, lalu di tutup secara ceremonial. Setelah itu? Selesai, tak ada apa-apa. Kader dilepas, dibiarkan, lalu sewaktu-waktu dipaksa terlibat menjadi panitia ini dan itu atas nama perkaderan. Para kader hilang satu persatu, basic training yang kami upayakan dengan pengorbanan waktu, biaya, dan tenaga, serta keringat bercucuran oleh komisariat, tidak menghasilkan perubahan apa-apa bagi komisariat. Mungkinkah ini yang disebut sebagai eksploitasi?

Kedua, sebagai komisariat baru, tentu kewajiban kami mengadakan Rapat Anggota Komisariat (RAK). Kami diwajibkan menyiapkan perangkat teknis, dan itu kami siapkan semaksimal mungkin. Cabang tentu memandatkan kepada 3 orang pengurusnya sebagai steering comite pada kegiatan tersebut, yaitu sekretaris umum cabang Makassar, Ka.bid PAO, Ka.bid wacana, untuk dilaksanakan dengan amanah dan bertanggung jawab.

Namun, ternyata fakta berkata lain, yang menghadiri kegiatan tersebut hanya Kabid PAO. Itupun datang hanya sekadar membuka acara lalu pergi begitu saja dengan tidak bertanggung jawab sepenuhnya. Mirisnya lagi, steering comite kegiatan tersebut digantikan secara serampangan oleh ketua komisariat lain, yang tidak punya alas hukum yang jelas, dan bertindak bukan pada ranahnya. Apakah melalui peristiwa ini, kami sedang diajarkan betapa mahalnya kata “amanah dan bertanggung jawab” oleh kanda-kanda pengurus cabang?

Ketiga, sebagai pengurus komisariat yang merasa diabaikan hak-haknya, pernah suatu waktu ada 2 komisariat yang mengirim surat kepada pengurus HMI (MPO) Cabang Makassar, yaitu komisariat polinas dan komisariat UIM. Kurang lebih surat itu berisi kritikan kepada kinerja pengurus cabang. setelah menerima surat kritikan tersebut, lalu kami para pimpinan komisariat dikumpulkan bersama dengan pengurus cabang dalam forum rapat via daring (Zoom). Namun, justru hal yang tak disangka-sangka terjadi, dalam forum rapat formal tersebut ada salah satu pengurus cabang yang menjabat sebagai ka.bid wacana mengeluarkan bahasa yang saya pun tidak sanggup untuk mengulanginya.

Saya secara pribadi merasa jijik mendengarkannya, apalagi ucapan semacam itu dilontarkan dalam forum yang diadakan oleh organisasi yang berlabelkan Islam. Dan celakanya hal tersebut dibiarkan, seolah menjadi hal yang lumrah. Mulai saya berpikir inikah watak yang disebut sebagai “watak otoriter”? Membalas kritikan dengan kalimat caci maki. Sungguh tak patut dicontoh, apalagi untuk diteladani.


Sampai disini, saya tentu berpikir bahwa, jalan untuk menjadi mahasiswa organisatoris tentu bukan jalan yang mulus. Penuh dengan lika liku yang tiap-tiap tahapnya harus dihadapi dengan ilmu kehidupan. Sebagai seorang kader HMI-MPO tentu saya merasa beruntung dapat bergabung dalam organisasi ini, karena pada prinsipnya proses yang saya lalui ini menjadi bekal untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat, seperti yang menjadi doktrin khittah perjuangan.

HMI MPO adalah organisasi besar, yang harus senantiasa menjadi ruang dan wadah bagi proses intelektual, ruang kolaborasi dan konsolidasi umat. Dinamika diatas tentu bukan gambaran seutuhnya tentang HMI MPO, masih ada harapan serta tumpuan yang dapat dijadikan motivasi untuk tetap berproses di HMI MPO. Karena kita adalah HMI, dan ini adalah HMI kita, yakin usaha sampai.

  • Bagikan