Korban Kecelakaan Pesawat Berhak Kompensasi Rp1,25 M

  • Bagikan

Korban kecelakaan pesawat terbang berhak mendapatkan kompensasi Rp1,25 miliar dari maskapai penerbangan dan dana santunan senilai Rp50 juta dari pemerintah.

Hal tersebut mencuat dalam webinar dengan tajuk Kecelakaan Pesawat dalam Perspektif Hukum, Jumat (15/01/2021).

Webinar ini diselenggarakan oleh Heylaw, platform Bantuan, Konsultasi dan Pendidikan Hukum Online bekerjasama dengan Kekitaan dan kliksaja.co.

Sebagai pembicara, hadir Prof Martono, Guru Besar Hukum Udara Universitas Tarumanegara Jakarta dan Andhy Riadhy Arofah, SH., LL.M, dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Prof Martono menyampaikan dana tersebut wajib dibayarkan paling lambat satu bulan setelah kejadian. Hal ini sesuai dengan UU No 1 Tahun 2009 dan Permenhub nomor 77 tahun 2011.


“Dalam hal ini, pihak maskapai penerbangan bertanggung jawab penuh atas insiden kecelakaan berdasar asas praduga bersalah (presumption of liability),” ungkap Prof Martono.

Ketentuan ganti rugi yang diatur dalam Permenhub No. 77 Tahun 2011 merupakan hasil ratifikasi dari Konvensi Warsawa 1929. Sementara yang saat ini berlaku secara umum di dunia internasional adalah Konvensi Montreal 1999.

Perbedaan keduanya adalah Konvensi Montreal memberikan ganti rugi terhadap penumpang, bagasi, dan kargo yang jauh lebih besar ketimbang Konvensi Warsawa.

Konvensi Montreal setidaknya memperkenalkan 2 tingkat sistem ganti rugi, yaitu 100.000 SDR (sekitar US$ 135.000) per korban, terlepas dari adanya kesalahan atau tidak.

Kedua, di atas 100.000 SDR, namun memperbolehkan maskapai melakukan pembelaan hukum atas klaim ganti rugi.

SDR sendiri merupakan singkatan dari Special Drawing Rights yang merupakan uang ciptaan International Monetary Fund (IMF) untuk kegunaan akuntansi internal untuk menggantikan emas sebagai standar dunia.

Berdasarkan asas hukum ini, pihak korban maupun pengirim tidak dibebankan untuk membuktikan kesalahan dari maskapai penerbangan.

Mengenai adanya dua penumpang yang tidak sesuai dengan identitas resmi, atau tidak memiliki tiket tidak berhak mendapat dana kompenasi, tetapi tetap mendapatkan dana asuransi wajib kecelakaan sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964.

“Tidak ada yang bisa menghindari kecelakaan pesawat udara betapapun canggihnya teknologi yang digunakan. Kecelakaan pesawat udara adalah fenomena alam buatan yang Khalik,” terang Prof Martono.

“yang menjadi persoalan adalah apabila kecelakaan berulang dengan sebab yang sama, oleh sebab itu masyarakat penerbangan terus melakukan perbaikan agar kecelakaan mendekati zero accident” Tambahnya lagi.

Beliau juga menambahkan bahwa dibanding dengan transportasi darat dan laut, pesawat udara adalah jenis yang paling aman.

Upaya menekan kecelakaan pesawat udara telah berhasil menurunkan tingkat kecelakaan pesawat udara yang semula pada tahun 1961 adalah 0,69 setiap 100 passengers/km turun menjadi
0,025 setiap 100 passengers/km dalam tahun 2002.

“Data ini membuktikan bahwa tingkat
keselamatan penerbangan meningkat dan sekaligus melindungi korban kecelakaan pesawat udara,” tutupnya mengakhiri diskusi. (*)

  • Bagikan