Anies Baswedan: Perintis Kemerdekaan adalah Intelektual Pejuang

  • Bagikan

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tampak duduk di sebuah kursi dengan membaca sebuah buku. Buku-buku tokoh bangsa, Bung Karno, Bung Hatta, hingga Sjahrir, tertata di atas meja dekat kursi ia tengah membaca.

Di bagian lain foto itu, Anies tampak memilih buku-buku yang tertata rapi dalam sebuah rak. Sekilas, terlihat buku yang tertata rapi itu kumpulan buku-buku tua.

Foto-foto itu diabadikan Anies dalam sebuah unggahan di akun Instagram resminya, @aniesbaswedan, pada Senin (16/08/2021).

Dalam unggahan itu, Anies menjelaskan dirinya tengah menyusuri deretan buku-buku pemikiran para perintis kemerdekaan yang ada di perpustakaan rumahnya.

“Pagi tadi di jeda antara dua sidang: setelah mendengarkan Pidato Kenegaraan Presiden di Sidang Tahunan MPR, dan menunggu dimulainya Sidang Tahunan DPR, menyusuri kembali menyusuri deretan buku-buku pemikiran para perintis kemerdekaan yang ada di perpustakaan rumah.

Anies mengatakan bahwa para perintis kemerdekaan adalah intelektual pejuang. Mereka bekerja dengan memiliki pemikiran yang matang.

“Semua punya gagasan. Artikulasi dalam lisan dan tulisan mencerminkan bobot keterbukaan dan keluasan pandangan,” kata Anies.

Menariknya, lanjut Anies, mereka lahir dari latar belakang keluarga yang mapan di masa kolonial, sehingga bisa bersekolah. Namun, ketika mereka mendirikan sebuah republik, hal itu tidak diperuntukkan hanya untuk kaum papan atas.

“Mendirikan republik yang memberikan kesempatan setara pada siapa saja,” jelas Anies.

Anies membuka sebuah buku karya Jenderal Abdul Haris Nasution. Ia berkisah tentang perjuangan sang jenderal yang berjuang secara fisik sesudah proklamasi.

“Menyelami kembali buku-buku ini terasa benar bahwa mereka adalah politisi berkapasitas intelektual tinggi. Pikiran-pikirannya mewarnai kebijakan. Wajar jika mereka terbiasa dengan debat dan bahkan kritik. Pertukaran pikiran adalah bagian dari ikhtiar bersama untuk kemajuan negara,” tutur Anies.

Dikatakan Anies, memang sosok Bung Karno dan Bung Hatta yang berdiri di depan mikrofon memproklamasikan kemerdekaan.

Tapi, lanjut Anies, di balik mereka berdua ada ratusan, bahkan ribuan, orang perintis kemerdekaan yang berjuang lintas waktu hingga Indonesia bisa merdeka.

“Peristiwa Kebangkitan Nasional 1908 ke Sumpah Pemuda 1928 adalah 20 tahun lamanya. Dari tahun 1928 ke 1945 adalah 17 tahun lamanya. Bagi kita sekarang, rentang waktu perjuangan 20 tahun atau 17 tahun bisa diceritakan dalam waktu 10 menit saja. Tapi Ingatlah, bagi yang berjuang; masa 17 tahun itu amatlah panjang,” tegas Anies.

“Mari kita terus ingat dan camkan bahwa kemerdekaan itu bukan sekadar untuk menggulung kolonialisme, kemerdekaan itu adalah untuk menggelar keadilan sosial dan kesejahteraan. Ini tugas kita bersama untuk menuntaskannya. Dirgahayu Republik Indonesia,” imbuh Anies. (*)

  • Bagikan